Featured Video
Recent Articles

DUGAAN MAALPRAKTEK DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT









Nomor: 1.027.04/LBH-LC/VII/2015.                                                         Kuningan, 10  Agustus 2015

Kepada Yth,
Bapak Ketua MKDKI /KKI
Konsil Kedoteran Indonesia
Jl. Teku Cik Ditiro No. 6 Gondangdia
Menteng Jakarta Pusat.

Perihal:
MOHON PEMERIKSAAN ATAS DUGAAN MAALPRAKTEK
YANG DILAKUKAN OLEH  DR. WID, SP.OT.
DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT.

Dengan  hormat,

Kami,  M. AMIN HAMZAH, S.H., Advokat dan TOTONG HERIAWAN, Asisten Advokat, beralamat  Kantor di LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI,  Jalan Siliwangi 197 ( Cigembang ) Kabupaten Kuningan Jawa barat. Dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa Nomor : 1.027/LBH-LC/II/ 2015. Tertanggal 28 Pebruari 2015, dengan ini mewakili Sdr. DIKI IRAWAN ( 19 tahun ) selaku korban dugaan Maalpraktek,  dan Sdr. OMED TARMEDI (ayah korban yang bekerja sebagai buruh bangunan),  yang keduanya beralamat di Blok Cibonteng Rt/Rw. 002/001 Desa Panambangan Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. ( B – 01 ).

Sehubungan dengan hal sebagaimana yang kami sampaikan dalam pokok surat, maka untuk mendapat gambaran tentang dugaan maalpraktek yang menimpa klien kami Sdr. DIKI IRAWAN ( 19 tahun) di RSUD Waled Kabupaten Cirebon Jawa barat,  kiranya kami perlu menyampaikan kepada Bapak  hal hal sebagai berikut :

I.      KRONOLOGI KASUSNYA :

I.01.  30 Maret 2014 sekitar jam 21 Wib, Sdr. DIKI IRAWAN mengalami kecelakaan tunggal, yaitu ketika sedang mengendarai sepeda motor Sdr. DIKI IRAWAN menabrak Gerbang gapura Kantor Desa Ciawi Japura. Yang kemudian oleh aparat Desa Panambangan Sdr. DIKI IRAWAN dibawa ke RSUD Waled Kabupaten Cirebon.
I.02.  Keesokan Harinya mendapat penjelasaan dari Perawat, yang mengatakan bahwa Engsel lutut kaki sebelah kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami 95%  lepas (Dislokasi), dan terhadap Sdr. DIKI IRAWAN harus dilakukan operasi pembatekan tulang Kaki kiri yang lepas, dan akan dilaksanakan pada tanggal 02 April 2014 oleh Dr. WID.  ( B – 02 ).
I.03.  02 April 2014. Dilakukan operasi pembatekan kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN,  ketika keluar dari ruang operasi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN sudah dalam keadaan di Gift dan saat itu langsung dirontgen,  kepada pihak keluarga tidak pernah ditunjukan  hasil rontgen-nya, akan tetapi Suster/ perawat hanya  memberikan penjelasan bahwa posisi tulangnya sudah bagus dan benar... ( B – 03 ).
I.04.  08 April 2014.  Sekitar Jam 09.30  Dr. WID  membuka perban dan Gift Sdr. DIKI IRAWAN, dan ternyata kondisi kaki DIKI IRAWAN mengalami pembengkakan  serta terdapat beberapa benjolan yang mengeluarkan darah. Dan saat itu Dr. WID  mengatakan  bahwa  untuk menggerakan jari jari kakinya   harus dikakukan oprasi pembedahan , dikarenakan ada sel sel pembuluh darah yang sudah mati yang diakibatkan oleh benturan hebat dan keras... ( B – 03 ).
I.05.  Pada malam Harinya sekitar pukul 21 Wib, Sdr. OMED TARMEDI (orang tua DIKI) dipanggil oleh perawat untuk menandatangai persetujuan operasi yang akan dilaksanakan esok harinya (Rabu 09 April 2014). Saat itu Sdr. OMED TARMEDI (orang tua DIKI)  merasa ragu... terlebih ketika Sdr. OMED mengatakan; “... Ya, demi kesembuhan DIKI kami mau tanda tangan persetujuan operasi...”  yang dijawabnya oleh perawat : “... tidak bisa menjamin dong Pak...” sehingga atas jawaban perawat  seperti itu semakin menambah keraguan bagi Sdr. OMED (orang tuan DIKI), karenanya pada malam itu Sdr. OMED tidak mau menandatangani persetujuan operasi...
I.06.  09 April 2014. Sekitar pukul 7.00 Wib perawat datang lagi menyuruh dan mendesak Sdr. OMED dan Sdr. DIKI untuk menandatangani persetujuan operasi... akhirnya dengan berat hati dan terpaksa Sdr. OMED dan Sdr. DIKI menandatangani surat persetujuan operasi. Selanjutnya sekitar pukul 9.00, Wib  Sdr. DIKI IRAWAN dibawa keruang operasi untuk dilakukan operasi pembedahan, kemudian sekitar pukul 13.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi dan dibawa keruang rawat inap dalam keadaan terbalut perban tanpa di gift.  Setelah menjalani operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, terus terusan merintih kesakitan, tidak bisa tidur  dan tidak mau makan.  ( B – 03 ).
“...pada bagian dalam kaki kiri nampak bekas operasi sekitar panjang 21 Cm dan selebar sekitar 5 Cm yang dibiarkan menganga tanpa dijahit. Begitu juga pada bagian luarnya, luka bekas operasi sekitar panjang 26 Cm dan selebar sekitar 5 Cm yang juga dibiarkan menganga tanpa dijahit...”  ( B – 03 ).
I.07.  11 April 2014. Sekitar pukul 9.00 Wib Dr. WID  datang bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN. Dan ketika perawat membuka perban pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN... sungguh Sdr. DIKI IRAWAN dan orang tuanya sangat terkaget kaget melihat kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN dengan luka bekas operasi...
       
Kemudian  ketika Orang tua DIKI menyanyakan kepada Dokter WID ; “... Dok kenapa bekas Operasi pada kaki DIKI  dibiarkan menganga tanpa dijahit lagi...? “  yang dijawabnya oleh Dokter WID ; “...untuk mengeluarkan sel sel pembuluh darah...” Dan saat itu luka pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tersebut dibersihkan oleh perawat kemudian dibalut lagi dengan perban... Setiap hari perawat membuka perban, membersihkan kaki kiri DIKI dan mengganti perbannya... akan tetapi kondisi kaki Sdr. DIKI IRAWAN semakin memburuk, membusuk, mengeluarkan darah dan nanah serta bau busuk yang sangat menyengat...( B – 03 ).
I.08.  15 April 2014.  Dr. WID  datang lagi bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN. Dan saat itu Dr. WID  mengatakan kepada Sdr. OMED ; “... besok Rabu harus dilakukan operasi lagi untuk pengambilan daging yang sudah membusuk...”  yang dijawab oleh Sdr. OMED ;  “...tapi tolong pak, bekas operasinya dijahit lagi...”  akan tetapi  Dr. WID  hanya diam saja...
I.09.  16 April 2014. Sdr. DIKI IRAWAN kembali di operasi oleh Dr. WID  untuk pengambilan daging yang telah membusuk pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN. Dan setelah menjalani operasi Sdr. DIKI IRAWAN dibawa kembali ke ruang rawat inap dam keadaan kaki kiri terrbalut.
I.10.   18 April 2014. Perawat datang untuk melaksanakan kegiatan rutin, membersihkan kaki kiri DIKI dan membalutnya kembali... dan kembali Sdr. DIKI IRAWAN dan ayahnya Sdr. OMED TARMEDI terkaget kaget ketika melihat kaki Sdr. DIKI IRAWAN, yang SUDAH SEMBILAN HARI SEJAK DI OPERASI  ternyata luka bekas operasinya masih belum juga dijahit dan dibiarkan menganga sehingga kondisinya semakin memburuk, semakin membusuk, mengeluarkan darah dan nanah serta baunya yang semakin menyengat. ( B – 03 ).
I.11.  22 April 2014.  Sekitar pukul 09.00 Wib Dr. WID  datang bersama perawat mengontrol kondisi kesehatan Sdr. DIKI IRAWAN. Saat itu Dr. WID  membuka perban pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN dilihat, dan kemudian menutupnya kembali, sambil mengatakan kepada Sdr. OMED TARMEDI ; “...Besok Hari Rabu harus di operasi kembali untuk pengambilan daging yang telah membusuk...” dan setelah itu Dr. WID  bersama perawat-pun keluar meninggalkan  ruangan.
I.12.  23 April 2014. Sekitar pukul 10.00 Wib, Sdr. DIKI IRAWAN dibawa lagi keruang operasi, dan Sdr. OMED TARMEDI disuruh mengambil obat obatan untuk keperluan operasi di apotek, dan setelah itu langsung mengantarkannya keruang operasi.  Kemudian Sdr. OMED TARMEDI disuruh datang ke ruang Administrasi  untuk menyelesaikan mas’alah pembayaran atau biaya perawatan serta operasi, dan ketika itu Sdr. OMED diharuskan membayar biaya perawatan dan operasi sekitar Rp. 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah). Karena menurut pihak rumah sakit biaya Sdr. DIKI IRAWAN sudah melampaui batas maksimal biaya yang ditanggung oleh JAMKESMAS...dan selain itu juga Sdr. DIKI IRAWAN pada saat masuk rumah sakit dalam keadaan mabuk, sehingga seharusnya tidak bisa ditanggung oleh JAMKESMAS.  Sedangkan dari awal masuk rumah sakit, pihak rumah sakit sudah tahu jika Sdr. DIKI IRAWAN menggunakan JAMKESMAS...akan tetapi oleh pihak rumah sakit tidak pernah dipermasahkan...karenanya ketika ditagih sejumlah itu Sdr. OMED TARMEDI yang mata pencahariannya hanya sebagai buruh tukang kayu dan hidup pas pasan,  sangat kaget dan menyatakan tidak bisa untuk membayarnya, karena memang tidak ada...sehingga hari itu Sdr. DIKI IRAWAN tidak jadi operasi dan  sekitar pukul 14.00 Wib  dibawa lagi keruang rawat inap. Sekitar –pukul 15.00 Wib, Sdr. OMED TARMEDI dipanggil lagi ke ruang admistasi, dan  dari pihak Ruma Sakit memberitahukan bahwa  Sdr. DIKI IRAWAN dibebaskan diri pembiayaan perawatan dan operasi,  karena pihak rumah sakit sudah merundingkannya.  Atas hal tersebut Sdr. OMED TARMEDI menyampaikan terima kasih. ( B – 04 ).
I.13.  24 April 2014. Sekitar pukul 13.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN kembali dibawa keruang operasi untuk pengambilan daging pada kaki kiri yang telah membusuk... dan sekitar pukul 17.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi dan dibawa lagi ke ruang rawat inap.  Ketika itu Sdr. OMED TARMEDI melihat kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tidak dibalut lagi oleh perban dan luka bedahnya yang bengkak  sudah dijahit, akan tetapi Sdr. OMED TARMEDI merasa aneh karena melihat jahitan yang jaraknya  sekitar 5 (lima) Cm,  namun masih tertutup kain kasa...Dan sekitar pukul 18.00 Wib Sdr. OMED TARMEDI dipanggil oleh Dr. WID  di ruang operasi, kemudian saat itu Dr. WID  mengatakan;  “...sebelumnya Saya minta maaf, Saya sudah berusaha semaksimal mungkin... akan tetapi  kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN saat ini jika tidak diamputasi dalam waktu 3 (tiga) Hari, kemungkinan akan dapat menimbulkan kematian...”  yang dijawab oleh Sdr. OMED TARMEDI;   “... ya sudah pa, jika begitu diijinkan ataupun tidak kami akan pulang paksa saja... sekarang juga kami mau pulang, kami tidak mau kaki DIKI diamputasi...”, dan dijawab lagi oleh Dr. WID;
“...ya udah, kalau ada apa apa jangan salahin pihak rumah sakit...” (  B – 03 ).
I.14    Sdr. OMED TARMEDI kembali keruang rawat inap dan menceritakan kepada Sdr. DIKI IRAWAN tentang pembicaraan dengan Dr. WID, dan Sdr. DIKI IRAWAN-pun setuju untuk pulang paksa saja. Kemudian Sdr. OMED TARMEDI ke ruang Administrasi dan menandatangani formulir yang sudah dipersiapkan tanpa dibaca terlebih dahulu. Setelah itu perawat datang keruang rawat inap untuk melepas infuse dan alat alat lainnya, selanjutnya Sdr. OMED TARMEDI dan Sdr. DIKI IRAWAN pulang tanpa diberikan resep obat dari Dokter...
I.15. Keluar dari rumah sakit (24 April 2014)  Sdr. DIKI IRAWAN langsung dibawa ke pengobatan alternatif (patah tulang) di Desa Rajadanu Kecamatan Jalaksana kabupaten Kuningan. Selama sekitar dua  Bulan dirawat di pengobatan alternatif,  kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang tadinya bengkak, mengeluarkan darah dan nanah serta  bau busuk yang sangat menyengat, berangsur angsur bekas operasi yang bengkak mengempis, tidak mengeluarkan darah dan nanah  serta tidak mengeluarkan bau busuk lagi, akan tetapi kondisinya kaki DIKI mengalami cacat permanen (tidak bisa jalan)... untuk biaya pengobatan selama itu   Sdr. OMED TARMIDI harus membayar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).  Dan untuk menutupi utangnya Sdr. OMED TARMIDI menjual tanah warisan, akan tetapi hanya laku Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah), dan dengan tambahan satu juta (sisa dari menjual motor) jadi Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah)  langsung dibayarkan untuk biaya pengobatan. Karena tidak ada lagi untuk biaya pengobatan, maka Sdr. DIKI IRAWAN-pun dibawa pulang, dengan menyisakan utang Rp. 18.000.000,- (delapan  belas juta rupiah).  ( B – 03 ).
I.16.  Setelah sekitar 3 (tiga) Bulan dirumah, kemudian didorong keinginan agar anaknya bisa sembuh, maka tanpa memikirkan lagi soal biaya,  pada  tanggal 17 September 2014,  Sdr. OMED TARMEDI  mencoba membawa lagi Sdr. DIKI IRAWAN ke perawatan patah tulang di Desa Jagara Kecamatan Darma Kabupaten kuningan.  Akan tetapi sampai 8 (delapan) Bulan dirawat di perawatan patah tulang Desa Jagara Sdr. DIKI IRAWAN  kondisinya tetap cacat permanen dan tidak bisa jalan..  Pada sekitar Bulan Mei Sdr. DIKI IRAWAN-pun dibawa pulang lagi  dan sama sekali belum membayar biaya perawatannya. ( B – 05;  B – 01 ).
I.17.  28  Pebruari 2015. Atas dugaan adanya Maalpraktek yang dilakukan oleh Dr. WID, Sp. OT di RSUD Waled Kabupaten Cirebon, Sdr. DIKI IRAWAN dan Sdr. OMED TARMEDI menguasakan kepada LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI yang beralamat di Jalan Siliwangi 197 (Cigembang) Kabupaten Kuningan Jawa barat dengan surat kuasa Nomor : 1.027/LBH-LC/II/2015,  untuk memperjuangkan hak haknya baik melalui upaya mediasi ataupun melalui upaya hukum.  ( B – 01 ).
I.18. 09 Maret 2015. Kami  M. AMIN HAMZAH, S.H., Advokat  dan TOTONG HERIAWAN, Asisten Advokat pada kantor LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI, menyampaikan surat Nomor: 1.027.01.1/LBH-LC/III/2015,  yang ditujukan kepada Dr. WID, Sp.OT. selaku Dokter Orthopedi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon.  Perihal :  Undangan pertemuan penyelesaian kasus dugaan tindak pidana Maalpraktek.
1.19.  Pada tanggal 17 Maret 2015,  dari pihak RSUD Waled datang dengan diwakili oleh dua Orang,  dan pada prtemuan tersebut dari pihak  RSUD Waled  menyampaikan bahwa tindakan medis terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN sudah sesuai prosudur, karenanya pihak rumah sakit merasa tidak ada tanggung jawab apapun terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN yang saat ini mengalami cacat permanen.  ( B – 06 ).
I.20. 25 Maret 2015.  Kami menyampaikan surat Nomor : 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015. yang ditujukan kepada Direktur RSUD Waled Kabupaten Cirebon dan Dokter WID, Sp. Ot.  Selaku Dokter Othopedi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Perihal: Permintaan pertanggung jawaban dan ganti rugi atas dugaan tindak pidana Maalpraktek kepada Sdr. DIKI IRAWAN, dikarenakan Klien Kami saat ini telah mengalami cacat permanen pada kaki kiri, yang diduga sebagai akibat tindak pidana Maalpraktek yang telah dilakukan oleh pihak RSUD Waled Kabupaten Cirebon, dan Dokter WID, Sp. OT yang sebelumnya telah menangani klien kami Sdr. DIKI IRAWAN dari tanggal 30 Maret 2014 sampaiu dengan tanggal 23 April di RSUD Waled Kabupaten Cirebon.
Melalui surat tersebut kami juga meminta hasil rekam medis klien kami Sdr. DIKI IRAWAN selama ditangani dan dirawat di RSUD waled Cirebon.  Sesuai ketentuan Pasal 6 ayat 1 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran, disebutkan : “... Bahwa setiap Dokter atau Dokter Gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, wajib membuat rekam medis..”  dan sesuai Pasal 7 nya ; “...Bahwa Pasien dalam menerima pelayanan  pada praktik kedokteran mempunyai hak  untuk mendapatkan isi rekam medis...”
Pelanggaran atas ketentuan pasal 46 ayat 1 tersebut sesuai pasal 79 huruf b dan c UU No.29 tahun 2004, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak R. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).  ( B – 07 ).
I.21. Atas surat Nomor: 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015. Dari pihak rumah sakit menyampaikan balasan surat yang intinya ;
             “... Pihak rumah sakit dalam menangani pasien Sdr. DIKI IRANWAN bin OMED TARMEDI   yang saat ini telah menjadi cacat permanen, menganggap bahwa pihak rumah sakit telah bertindak secara proporsional dan profesional sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku... dan menyatakan bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 Permenkes RI Nomor: 269/Menkes/PER/III/2008 : “..Bahwa berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan...”  (  B – 08 ).
I.22.  08 Juni 2015. Karena tidak ada titik temu dan dari pihak RSUD Waled tidak bertanggung jawab terhadap klien kami yang yang mengalami cacat permanen setelah menjalani perawatan dan operasi di RSUD Waled, maka kami menyampaikan pengaduan ke Polres Kabupaten Cirebon, atas dugaan tindak pidana Maalpraktek terhadap klien kami Sdr. DIKI IRAWAN. Dengan Nomor : 1.027.03.01/LBH-LC/VI/2015.  ( B – 09 ).
I.23. 16 Juni 2015. Kami menerima surat dari Polres cirebon, Nomor : B/1034/VI/215/Reskrim.    Perihal : Pemberitahuan perkembangan Hasil Penelitian Laporan.  ( B – 10 ).
I.24. 05 Agustus 2015. Karena hampir sekitar 50 (lima puluh Hari) kami belum menerima pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikannya, sementara klien kami selalu menanyakannya, maka kami mengirim surat lagi ke polres Cirebon dengan Nomor : 1.027.03-02/LBH-LC/VIII/2015.  Yang kami antarkan langsung, dan pada saat itu kami mendapat penjelasan dari Bapak Komar  selaku KBO di Polres Cirebon, menurut beliau bahwa karena dari pihak RSUD Waled merasa jika penangan / tindakan medis yang dilakukan terhadap klien kami Sdr. DIKI IRAWAN  sudah sesuai dengan prosudur, maka dari pihak Polres akan mendatangkan saksi ahli dari Ikatan Dokter indonesia ( I D I ),  dan  keputusannya apakah atas pengaduan kami akan terus diproses atau dihentikan, tergantung dari keterangan saksi ahli nanti... ( B – 11 ).

MENDASARKAN PADA URAIAN KAMI SEBAGAIMANA TERSEBUT DI ATAS, MAKA DAPAT KAMI SIMPULKAN HAL HAL SEGAGAI BERIKUT :

II.01. Bahwa karena menurut keterangan pihak rumah Sakit / perawat,  tulang engsel lutut pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN 95% lepas (dislokasi), maka tindakan medis yang dilakukan adalah operasi / pembatekan yang dilaksanakan pada tanggal 02 April 2014,  setelah itu di gift  dan kemudian dirontgen,  perawat hanya memberitahukan bahwa posisi tulang engsel lututnya sudah benar dan bagus, akan  tetapi  pihak rumah sakit / perawat tidak pernah memperlihatkan kepada keluarga pasien atas hasil rontgennya, menurut hemat kami hal demikian telah berarti merupakan perampasan terhadap hak hak pasien untuk mendapat informasi yang jelas dan trasparan...
II.02. 08 April 2014. Sekitar pukul 09.30 Wib Dr. WID   membuka perban dan gift Sdr. DIKI IRAWAN, dan ternyata kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami pembengkakan, dan terdapat beberapa benjolan yang mengeluarkan darah... saat itu Dr. WID  mengatakan;  “...harus dilakukan operasi pembedahan untuk menggerakan jari jari kaki, dikarenakan ada sel sel pembuluh darah yang sudah mati, yang diakibatkan oleh benturan yang hebat dan keras...”
Sangat jelas dari ucapan Dokter WID  menyiratkan suatu pengakuan bahwa Dr. WID  telah lalai dengan tidak mengadakan diagnosa terlebih dahulu, sehingga adanya sel sel pembuluh darah yang telah mati yang diakibatkan oleh benturan hebat dan keras tersebut baru diketahui setelah terjadinya pembengkakan yang diakibatkan oleh tindakan pembatekan dan di gift.  Dan selain itu juga tersirat adanya kebohongan yang hanya untuk mencari pembenar atas kelalaiannya... karena jika terjadi benturan yang hebat dan keras tentu ada tulang yang hancur / patah, atau setidak tidaknya retak...sementara dari hasil rontgen tidak menunjukan hal itu...
Karenanya rumusan delik sebagaimana dimaksud dengan pasal 360 Jo 361 KUHPidana talah tepenuhi.
II.03. 09 April 2014. Setelah dilakukan operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, terus terusan merintih kesakitan, tidak mau tidur dan tidak mau makan...ternyata penyebabnya baru diketahui pada tanggal 11 April 2014. Ketika Dokter WID  datang bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN, dan ketika perawat membuka perban kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, sungguh Sdr. DIKI IRAWAN sendiri dan ayahnya sangat kaget melihat luka bekas operasi pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN... pada kaki kiri bagian dalamnya nampak luka bekas operasi  yang panjangnya sekitar 21 Cm dan lebar sekitar dibiarkan menganga tanpa dijahit, begitu juga pada bagian luarnya sekitar 26 Cm lebar sekitar 5 (lima) Cm tanpa dijahit... jadi sangat pantas jika setelah operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, selalu merintih kesakitan, tidak mau makan dan tidak bisa tidur...
II.04. Awalnya hanya tulang sendi pada lutut kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami 95% lepas (dislokasi), dan tindakan yang dilakukan hanya pembatekan dan di gift saja, setelah berjalan satu Minggu kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN membengkak yang karenanya patut diduga pembengkakan pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tersebut adalah akibat dari tindakan pembatekan dan di gift...selanjutnya Dr. WID  melakukan tindakan pembedahan / operasi pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, yang malah terjadi pembusukan, sehingga Dr. WID  dan perawatnya disibukan dengan mengurusi kaki kiri SDR. DIKI IRAWAN yang membusuk saja,  sementara atas dislokasi pada lutut kiri Sdr. DIKI IRAWAN nyaris terlupakan dan hampir tidak ada lagi tindakan medis yang dilakukan untuk menangani tulang sendi pada lutut kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang 95% dinyatakan lepas (dislokasi).
II.05. Tindakan terakhir pada tanggal 24 April 2014, adalah operasi untuk membuang daging yang sudah membusuk kemudian Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi pada sekitar pukul 17.00 Wib, kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tidak lagi dibalut dengan perban dan luka bekas operasinya sudah dijahit, akan tetapi  dengan jarak jahitan sekitar 5 (lima) Cm,  kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang membengkak dan dijahit dengan jarak jahitan yang sangat jarang, persis seperti jahitan karung beras...kemudian pada sekitar pukul 18.00Wib  (hanya selang sekitar satu jam setelah Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi)  Sdr. OMED TARMEDI dipanggil oleh Dr. WID,  dan Dr. WID  menyampaikan;
“... bahwa kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN harus diamputasi, jika tidak maka dalam waktu 3 (tiga) hari akan dapat menimbulkan kematian...”
Dari Fakta yang terjadi ;
Jarak jahitan sekitar 5 (lima) Cm
Pukul 17.00 Wib  Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi
Pukul 18.00 Wib Sdr. OMED TARMEDI dipanggil keruang operasi, dan menyampaikan kepada Sdr. OMED (Ayah DIKI) bahwa kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN harus diamputasi dan jika tidak maka dalam waktu 3 (tiga) Hari akan mengakibatkan kematian...
 Melihat fakta seperti itu  kami dapat menganalisa  serta  menyimpulkan;
 Menurut hemat kami Dr. WID  telah menemui jalan buntu untuk menangani kaki kiri Sdr.   DIKI IRAWAN, sehingga jalan pintas untuk menyelesaikan kasus DIKI IRAWAN dan dapat menutupi dugaan maalpraktek maka dengan jalan kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN  di AMPUTASI... apabila disampaikan bahwa, “...jika tidak diamputasi dalam waktu 3 (tiga) Hari dapat menimbulkan kematian...”  maka siapapun Orangnya kemungkinan besar akan memilih lebih baik diamputasi... sehingga atas keyakinan seperti itu, jahitan pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN-pun dilakukan dengan jarak sekitar 5 (lima) Cm, karena toh akan segera di amputasi... akan tetapi tidak demikian halnya dengan Sdr. OMED TARMEDI dan Sdr. DIKI IRAWAN, mereka lebih memilih pulang paksa daripada harus diamputasi.  Sehingga  apa  yang dikatakan Dr. WID; “... jika dalam 3 (hari) tidak diamputasi akan mengakibatkan kematian...” ternyata tidak terbukti, karena sampai saat ini sudah satu tahun lebih Sdr. DIKI IRAWAN masih hidup meskipun mengalami cacat permanen.
II.06. Kami selaku kuasa hukumnya Sdr. DIKI IRAWAN dan Sdr. OMED TARMEDI telah melakukan upaya mediasi dengan mengundang pihak RSUD Waled melalui surat undasngan dengan Nomor : 1.027.01.1/LBH-LC/III/2015, perihal : UNDANGAN PERTEMUAN PENYELESAIAN KASUS DUGAAN TINDAK PIDANA MAALPRAKTEK.  Dan dalam pertemuan yang diwakili oleh dua Orang selaku Perwakilan dari pihak RSUD Waled, tidak menemukan titik temu, karena dari pihak RSUD Waled merasa bahwa penangan terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN telah sesuai prosudur.
II.07. Kami juga kami juga telah mengirim surat yang ditujukan kepada Direktur RSUD Waled Cirebon dan Dr. WID, Sp. OT  selaku Dokter Orthopedi di RSUD Waled. Nomor : 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015, Perihal : Permintaan pertanggungjawaban dan ganti rugi atas dugaan tindak pidana maalpraktek kepada Sdr. DIKI IRAWAN.
Melalui surat tersebut kami juga meminta hasil rekam medis klie kami Sdr. DIKI IRAWAN selama ditangani dan dirawat di RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Sesuai ketentuan Pasal 46 ayat 1 UU No 29 tahun 2004, tentang Praktik kedokteran, disebutkan bahwa ; “... setiap Dokter atau Dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis..,.”  Dan sesuai ketentuan pasal 7 nya; “... bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan isi rekam medis...”
pelanggaran atas ketentuan pasal 46 ayat 1 tersebut, sesuai pasal 79 huruf b dan c  UU no. 29 tahun 2004, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
II.08.  Kami menerima balasan surat Nomor: 445/998-RSUD, perihal : surat balasan LBH Lembah Ciremai. Yang intinya pihak RSUD Waled telah menangani pasien klien kami sesuai Prosudur. Dan atas permintaan hasil rekam medis pihak RSUD Waled menyampaikan : “... semua tindakan medis terhadap Sdr. DIKI IRAWAN sudah barang tentu terekam dalam rekam medik dan sesuai ketentuan Permenkes RI Nomor : 269/Menkes/PER/III/2008.bahwa ; “... berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan...” sehingga mendasarkan atas hal tersebut pihak RSUD Waled tidak memberikan hasil rekam medis  yang  adalah merupakan hak pasien sebagaimana diatur dalam  Pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008 tentang praktik kedokteran : “... Bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak untuk mendapatkan hasil rekam medik...” kemudian karena setiap peraturan yang lebih rendah harus dinyatakan gugur jika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka disini artinya pihak RSUD Waled telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu telah merampas hak pasien sebagaimana yang diatur dalam pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008, tentang Praktik kedokteran.
II.09. Kami menyampaikan surat ke Polres cirebon, dengan Nomor: 1.027.03.02/LBH-LC/VIII/2015, perihal : Permohonan Laporan Perkembangan Hasil Penyelidikan atas dugaan telah              terjadinya tindak pidana maalpraktek.
yang suratnya kami antarkan langsung ke Polres Cirebon. Dan pada kesempatan itu kami mendapat penjelasan dari Bapak Komar selaku KBO di Polres Cirebon, bahwa : "... dari pihak RSUD Waled pada prinsipnya mereka merasa bahwa penanganan terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN telah sesuai dengan prosudur,. Karenanya dari pihak Polres akan mendatangkan saksi ahli dari Ikatan Dokter Indonesia ( I D I ), dan keputusannya, apakah kasus ini akan ditindak lanjuti atau akan dihentikan, tergantung nanti dari keterangan saksi ahli..."

Namun kami berharap mudah mudahan penyidik tidak hanya mendasarkan kepada keterangan saksi ahli dari IDI saja, seharusnya pihak penyidik juga mencari tambahan alat bukti baru termasuk didalamnya memintakan hasil rontgen dan diagnosa medis terbaru dari Dokter Orthopedi yang kredibel dan professional atas kondisi kaki korban yang jelas-jelas secara kasat mata kelihatan dislokasi pada lutut kaki kiri korban, disamping itu juga penyidik harus mempertimbangkan fakta fakta hukumnya termasuk didalamnya yang paling utama adalah kondisi dan fakta physic korban... karena minimal dengan tidak memberikan hasil rekam medis saja yang merupakan hak pasien sebagaimana diatur dalam pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008, adalah sudah merupakan perbuatan melawan hukum  yang dapat dipidana.  Dan sesuai dengan azas hukum, bahwa TIDAK BOLEH TERJADI ADA PELAKU PERBUATAN PIDANA YANG SAMPAI TIDAK BISA DIPIDANA... selain itu juga karena ; “... NEGARA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM BAGI SETIAP WARGANYA...”

 Disini konsistensi kita dalam upaya penegakan hukum dituntut... karena sebuah Negara masih lebih baik diatur dengan peraturan peraturan yang kurang baik,  akan tetapi aparat penyelenggaranya bermoral baik... dari pada diatur oleh peraturan peraturan yang baik, akan tetapi moral aparat penyenggara Negaranya rusak... sehingga dalam keadaan seperti ini,  kemunafikan  akan dianggap sebagai hal yang lumrah... na udzubillah mindalik...

Kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami cacat permanen, sehingga dalam kondisi seperti saat ini Sdr. DIKI IRAWAN yang baru ber-usia 19 tahun yang patut diduga telah menjadi korban Maalpraktek di RSUD Waled, dihadapkan pada kondisi “...Hidup enggan mati tak mau...”
 Kita akan ada rasa empaty terhadap apa yang dirasakan oleh  Sdr.DIKI IRAWAN dan keluarganya, apabila kita mau merenung dan berpikir “... bagaimana seandainya  jika kita atau keluarga yang  sangat kita cintai dan sayangi  dengan sepenuh hati,  yang  ada dalam posisi seperti Sdr. DIKI IRAWAN...? “
Jika demikian dan mata hati kita terbuka,  maka Insya Allah seandainya-pun kita merasa bersalah... tentu kita tidak akan bertahan dan berusaha untuk mencari pembenar... akan tetapi dengan rasa empaty, dengan rasa kasih sayang terhadap sesama,  kita  akan mau berbagi untuk mencari solusi atau setidak tidaknya berusaha untuk meringankan deritanya...

Demikian,  permohonan ini kami sampaikan kepada Bapak untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur dan ketentuan hokum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, dengan harapan,  penegakan hukum yang sesuai dengan hukum, dengan hati nurani  dan rasa keadilan masyarakat akan dapat ditegakkan di negeri ini...

Semoga...


Hormat kami,




M. AMIN HAMZAH, S.H.                                            TOTONG HERIAWAN.

Tembusan disampaikan kepada Yth,
Ketua Komnas HAM RI, di Jakarta
Kapolda Jawa barat
Cq. Kadiv. Reskrim Polda Jabar, di Bandung
Kapolres Kabupaten cirebon
Cq. Kasat Reskrim polres Cirebon
A  r  s  i  p  ...................................................

Share and Enjoy:

1 komentar for this post

  1. Itu namanya sindrom kompartemen,kalau dijahit yang ada kerusakan jaringannya bertambah parah,justru luka harus dibiarkan terbuka untuk mengurangi tekanan organ dalam kaki,pengetahuan lbh amda terlalu minim tapi langsung menyalahkan dokter,lucu aja saya sama lbh ini

Leave a reply

Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Iklan
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Recent Comments
Total Kunjungan