Featured Video
Recent Articles
Home » Archives for 2015
DUGAAN MAALPRAKTEK DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT
Posted in
LBH-LC News
|
Rabu, 12 Agustus 2015|
Gempa Kuningan
Nomor: 1.027.04/LBH-LC/VII/2015. Kuningan, 10 Agustus 2015
Kepada Yth,
Bapak Ketua MKDKI /KKI
Konsil Kedoteran Indonesia
Jl. Teku Cik Ditiro No. 6 Gondangdia
Menteng Jakarta Pusat.
Perihal:
MOHON PEMERIKSAAN ATAS DUGAAN MAALPRAKTEK
YANG DILAKUKAN OLEH DR. WID, SP.OT.
DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT.
Dengan hormat,
Kami, M. AMIN HAMZAH, S.H., Advokat dan TOTONG HERIAWAN, Asisten Advokat, beralamat Kantor di LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI, Jalan Siliwangi 197 ( Cigembang ) Kabupaten Kuningan Jawa barat. Dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa Nomor : 1.027/LBH-LC/II/ 2015. Tertanggal 28 Pebruari 2015, dengan ini mewakili Sdr. DIKI IRAWAN ( 19 tahun ) selaku korban dugaan Maalpraktek, dan Sdr. OMED TARMEDI (ayah korban yang bekerja sebagai buruh bangunan), yang keduanya beralamat di Blok Cibonteng Rt/Rw. 002/001 Desa Panambangan Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. ( B – 01 ).
Sehubungan dengan hal sebagaimana yang kami sampaikan dalam pokok surat, maka untuk mendapat gambaran tentang dugaan maalpraktek yang menimpa klien kami Sdr. DIKI IRAWAN ( 19 tahun) di RSUD Waled Kabupaten Cirebon Jawa barat, kiranya kami perlu menyampaikan kepada Bapak hal hal sebagai berikut :
I. KRONOLOGI KASUSNYA :
I.01. 30 Maret 2014 sekitar jam 21 Wib, Sdr. DIKI IRAWAN mengalami kecelakaan tunggal, yaitu ketika sedang mengendarai sepeda motor Sdr. DIKI IRAWAN menabrak Gerbang gapura Kantor Desa Ciawi Japura. Yang kemudian oleh aparat Desa Panambangan Sdr. DIKI IRAWAN dibawa ke RSUD Waled Kabupaten Cirebon.
I.02. Keesokan Harinya mendapat penjelasaan dari Perawat, yang mengatakan bahwa Engsel lutut kaki sebelah kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami 95% lepas (Dislokasi), dan terhadap Sdr. DIKI IRAWAN harus dilakukan operasi pembatekan tulang Kaki kiri yang lepas, dan akan dilaksanakan pada tanggal 02 April 2014 oleh Dr. WID. ( B – 02 ).
I.03. 02 April 2014. Dilakukan operasi pembatekan kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, ketika keluar dari ruang operasi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN sudah dalam keadaan di Gift dan saat itu langsung dirontgen, kepada pihak keluarga tidak pernah ditunjukan hasil rontgen-nya, akan tetapi Suster/ perawat hanya memberikan penjelasan bahwa posisi tulangnya sudah bagus dan benar... ( B – 03 ).
I.04. 08 April 2014. Sekitar Jam 09.30 Dr. WID membuka perban dan Gift Sdr. DIKI IRAWAN, dan ternyata kondisi kaki DIKI IRAWAN mengalami pembengkakan serta terdapat beberapa benjolan yang mengeluarkan darah. Dan saat itu Dr. WID mengatakan bahwa untuk menggerakan jari jari kakinya harus dikakukan oprasi pembedahan , dikarenakan ada sel sel pembuluh darah yang sudah mati yang diakibatkan oleh benturan hebat dan keras... ( B – 03 ).
I.05. Pada malam Harinya sekitar pukul 21 Wib, Sdr. OMED TARMEDI (orang tua DIKI) dipanggil oleh perawat untuk menandatangai persetujuan operasi yang akan dilaksanakan esok harinya (Rabu 09 April 2014). Saat itu Sdr. OMED TARMEDI (orang tua DIKI) merasa ragu... terlebih ketika Sdr. OMED mengatakan; “... Ya, demi kesembuhan DIKI kami mau tanda tangan persetujuan operasi...” yang dijawabnya oleh perawat : “... tidak bisa menjamin dong Pak...” sehingga atas jawaban perawat seperti itu semakin menambah keraguan bagi Sdr. OMED (orang tuan DIKI), karenanya pada malam itu Sdr. OMED tidak mau menandatangani persetujuan operasi...
I.06. 09 April 2014. Sekitar pukul 7.00 Wib perawat datang lagi menyuruh dan mendesak Sdr. OMED dan Sdr. DIKI untuk menandatangani persetujuan operasi... akhirnya dengan berat hati dan terpaksa Sdr. OMED dan Sdr. DIKI menandatangani surat persetujuan operasi. Selanjutnya sekitar pukul 9.00, Wib Sdr. DIKI IRAWAN dibawa keruang operasi untuk dilakukan operasi pembedahan, kemudian sekitar pukul 13.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi dan dibawa keruang rawat inap dalam keadaan terbalut perban tanpa di gift. Setelah menjalani operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, terus terusan merintih kesakitan, tidak bisa tidur dan tidak mau makan. ( B – 03 ).
“...pada bagian dalam kaki kiri nampak bekas operasi sekitar panjang 21 Cm dan selebar sekitar 5 Cm yang dibiarkan menganga tanpa dijahit. Begitu juga pada bagian luarnya, luka bekas operasi sekitar panjang 26 Cm dan selebar sekitar 5 Cm yang juga dibiarkan menganga tanpa dijahit...” ( B – 03 ).
I.07. 11 April 2014. Sekitar pukul 9.00 Wib Dr. WID datang bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN. Dan ketika perawat membuka perban pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN... sungguh Sdr. DIKI IRAWAN dan orang tuanya sangat terkaget kaget melihat kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN dengan luka bekas operasi...
Kemudian ketika Orang tua DIKI menyanyakan kepada Dokter WID ; “... Dok kenapa bekas Operasi pada kaki DIKI dibiarkan menganga tanpa dijahit lagi...? “ yang dijawabnya oleh Dokter WID ; “...untuk mengeluarkan sel sel pembuluh darah...” Dan saat itu luka pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tersebut dibersihkan oleh perawat kemudian dibalut lagi dengan perban... Setiap hari perawat membuka perban, membersihkan kaki kiri DIKI dan mengganti perbannya... akan tetapi kondisi kaki Sdr. DIKI IRAWAN semakin memburuk, membusuk, mengeluarkan darah dan nanah serta bau busuk yang sangat menyengat...( B – 03 ).
I.08. 15 April 2014. Dr. WID datang lagi bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN. Dan saat itu Dr. WID mengatakan kepada Sdr. OMED ; “... besok Rabu harus dilakukan operasi lagi untuk pengambilan daging yang sudah membusuk...” yang dijawab oleh Sdr. OMED ; “...tapi tolong pak, bekas operasinya dijahit lagi...” akan tetapi Dr. WID hanya diam saja...
I.09. 16 April 2014. Sdr. DIKI IRAWAN kembali di operasi oleh Dr. WID untuk pengambilan daging yang telah membusuk pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN. Dan setelah menjalani operasi Sdr. DIKI IRAWAN dibawa kembali ke ruang rawat inap dam keadaan kaki kiri terrbalut.
I.10. 18 April 2014. Perawat datang untuk melaksanakan kegiatan rutin, membersihkan kaki kiri DIKI dan membalutnya kembali... dan kembali Sdr. DIKI IRAWAN dan ayahnya Sdr. OMED TARMEDI terkaget kaget ketika melihat kaki Sdr. DIKI IRAWAN, yang SUDAH SEMBILAN HARI SEJAK DI OPERASI ternyata luka bekas operasinya masih belum juga dijahit dan dibiarkan menganga sehingga kondisinya semakin memburuk, semakin membusuk, mengeluarkan darah dan nanah serta baunya yang semakin menyengat. ( B – 03 ).
I.11. 22 April 2014. Sekitar pukul 09.00 Wib Dr. WID datang bersama perawat mengontrol kondisi kesehatan Sdr. DIKI IRAWAN. Saat itu Dr. WID membuka perban pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN dilihat, dan kemudian menutupnya kembali, sambil mengatakan kepada Sdr. OMED TARMEDI ; “...Besok Hari Rabu harus di operasi kembali untuk pengambilan daging yang telah membusuk...” dan setelah itu Dr. WID bersama perawat-pun keluar meninggalkan ruangan.
I.12. 23 April 2014. Sekitar pukul 10.00 Wib, Sdr. DIKI IRAWAN dibawa lagi keruang operasi, dan Sdr. OMED TARMEDI disuruh mengambil obat obatan untuk keperluan operasi di apotek, dan setelah itu langsung mengantarkannya keruang operasi. Kemudian Sdr. OMED TARMEDI disuruh datang ke ruang Administrasi untuk menyelesaikan mas’alah pembayaran atau biaya perawatan serta operasi, dan ketika itu Sdr. OMED diharuskan membayar biaya perawatan dan operasi sekitar Rp. 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah). Karena menurut pihak rumah sakit biaya Sdr. DIKI IRAWAN sudah melampaui batas maksimal biaya yang ditanggung oleh JAMKESMAS...dan selain itu juga Sdr. DIKI IRAWAN pada saat masuk rumah sakit dalam keadaan mabuk, sehingga seharusnya tidak bisa ditanggung oleh JAMKESMAS. Sedangkan dari awal masuk rumah sakit, pihak rumah sakit sudah tahu jika Sdr. DIKI IRAWAN menggunakan JAMKESMAS...akan tetapi oleh pihak rumah sakit tidak pernah dipermasahkan...karenanya ketika ditagih sejumlah itu Sdr. OMED TARMEDI yang mata pencahariannya hanya sebagai buruh tukang kayu dan hidup pas pasan, sangat kaget dan menyatakan tidak bisa untuk membayarnya, karena memang tidak ada...sehingga hari itu Sdr. DIKI IRAWAN tidak jadi operasi dan sekitar pukul 14.00 Wib dibawa lagi keruang rawat inap. Sekitar –pukul 15.00 Wib, Sdr. OMED TARMEDI dipanggil lagi ke ruang admistasi, dan dari pihak Ruma Sakit memberitahukan bahwa Sdr. DIKI IRAWAN dibebaskan diri pembiayaan perawatan dan operasi, karena pihak rumah sakit sudah merundingkannya. Atas hal tersebut Sdr. OMED TARMEDI menyampaikan terima kasih. ( B – 04 ).
I.13. 24 April 2014. Sekitar pukul 13.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN kembali dibawa keruang operasi untuk pengambilan daging pada kaki kiri yang telah membusuk... dan sekitar pukul 17.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi dan dibawa lagi ke ruang rawat inap. Ketika itu Sdr. OMED TARMEDI melihat kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tidak dibalut lagi oleh perban dan luka bedahnya yang bengkak sudah dijahit, akan tetapi Sdr. OMED TARMEDI merasa aneh karena melihat jahitan yang jaraknya sekitar 5 (lima) Cm, namun masih tertutup kain kasa...Dan sekitar pukul 18.00 Wib Sdr. OMED TARMEDI dipanggil oleh Dr. WID di ruang operasi, kemudian saat itu Dr. WID mengatakan; “...sebelumnya Saya minta maaf, Saya sudah berusaha semaksimal mungkin... akan tetapi kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN saat ini jika tidak diamputasi dalam waktu 3 (tiga) Hari, kemungkinan akan dapat menimbulkan kematian...” yang dijawab oleh Sdr. OMED TARMEDI; “... ya sudah pa, jika begitu diijinkan ataupun tidak kami akan pulang paksa saja... sekarang juga kami mau pulang, kami tidak mau kaki DIKI diamputasi...”, dan dijawab lagi oleh Dr. WID;
“...ya udah, kalau ada apa apa jangan salahin pihak rumah sakit...” ( B – 03 ).
I.14 Sdr. OMED TARMEDI kembali keruang rawat inap dan menceritakan kepada Sdr. DIKI IRAWAN tentang pembicaraan dengan Dr. WID, dan Sdr. DIKI IRAWAN-pun setuju untuk pulang paksa saja. Kemudian Sdr. OMED TARMEDI ke ruang Administrasi dan menandatangani formulir yang sudah dipersiapkan tanpa dibaca terlebih dahulu. Setelah itu perawat datang keruang rawat inap untuk melepas infuse dan alat alat lainnya, selanjutnya Sdr. OMED TARMEDI dan Sdr. DIKI IRAWAN pulang tanpa diberikan resep obat dari Dokter...
I.15. Keluar dari rumah sakit (24 April 2014) Sdr. DIKI IRAWAN langsung dibawa ke pengobatan alternatif (patah tulang) di Desa Rajadanu Kecamatan Jalaksana kabupaten Kuningan. Selama sekitar dua Bulan dirawat di pengobatan alternatif, kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang tadinya bengkak, mengeluarkan darah dan nanah serta bau busuk yang sangat menyengat, berangsur angsur bekas operasi yang bengkak mengempis, tidak mengeluarkan darah dan nanah serta tidak mengeluarkan bau busuk lagi, akan tetapi kondisinya kaki DIKI mengalami cacat permanen (tidak bisa jalan)... untuk biaya pengobatan selama itu Sdr. OMED TARMIDI harus membayar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Dan untuk menutupi utangnya Sdr. OMED TARMIDI menjual tanah warisan, akan tetapi hanya laku Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah), dan dengan tambahan satu juta (sisa dari menjual motor) jadi Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah) langsung dibayarkan untuk biaya pengobatan. Karena tidak ada lagi untuk biaya pengobatan, maka Sdr. DIKI IRAWAN-pun dibawa pulang, dengan menyisakan utang Rp. 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah). ( B – 03 ).
I.16. Setelah sekitar 3 (tiga) Bulan dirumah, kemudian didorong keinginan agar anaknya bisa sembuh, maka tanpa memikirkan lagi soal biaya, pada tanggal 17 September 2014, Sdr. OMED TARMEDI mencoba membawa lagi Sdr. DIKI IRAWAN ke perawatan patah tulang di Desa Jagara Kecamatan Darma Kabupaten kuningan. Akan tetapi sampai 8 (delapan) Bulan dirawat di perawatan patah tulang Desa Jagara Sdr. DIKI IRAWAN kondisinya tetap cacat permanen dan tidak bisa jalan.. Pada sekitar Bulan Mei Sdr. DIKI IRAWAN-pun dibawa pulang lagi dan sama sekali belum membayar biaya perawatannya. ( B – 05; B – 01 ).
I.17. 28 Pebruari 2015. Atas dugaan adanya Maalpraktek yang dilakukan oleh Dr. WID, Sp. OT di RSUD Waled Kabupaten Cirebon, Sdr. DIKI IRAWAN dan Sdr. OMED TARMEDI menguasakan kepada LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI yang beralamat di Jalan Siliwangi 197 (Cigembang) Kabupaten Kuningan Jawa barat dengan surat kuasa Nomor : 1.027/LBH-LC/II/2015, untuk memperjuangkan hak haknya baik melalui upaya mediasi ataupun melalui upaya hukum. ( B – 01 ).
I.18. 09 Maret 2015. Kami M. AMIN HAMZAH, S.H., Advokat dan TOTONG HERIAWAN, Asisten Advokat pada kantor LBH dan Perlindungan Konsumen LEMBAH CIREMAI, menyampaikan surat Nomor: 1.027.01.1/LBH-LC/III/2015, yang ditujukan kepada Dr. WID, Sp.OT. selaku Dokter Orthopedi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Perihal : Undangan pertemuan penyelesaian kasus dugaan tindak pidana Maalpraktek.
1.19. Pada tanggal 17 Maret 2015, dari pihak RSUD Waled datang dengan diwakili oleh dua Orang, dan pada prtemuan tersebut dari pihak RSUD Waled menyampaikan bahwa tindakan medis terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN sudah sesuai prosudur, karenanya pihak rumah sakit merasa tidak ada tanggung jawab apapun terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN yang saat ini mengalami cacat permanen. ( B – 06 ).
I.20. 25 Maret 2015. Kami menyampaikan surat Nomor : 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015. yang ditujukan kepada Direktur RSUD Waled Kabupaten Cirebon dan Dokter WID, Sp. Ot. Selaku Dokter Othopedi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Perihal: Permintaan pertanggung jawaban dan ganti rugi atas dugaan tindak pidana Maalpraktek kepada Sdr. DIKI IRAWAN, dikarenakan Klien Kami saat ini telah mengalami cacat permanen pada kaki kiri, yang diduga sebagai akibat tindak pidana Maalpraktek yang telah dilakukan oleh pihak RSUD Waled Kabupaten Cirebon, dan Dokter WID, Sp. OT yang sebelumnya telah menangani klien kami Sdr. DIKI IRAWAN dari tanggal 30 Maret 2014 sampaiu dengan tanggal 23 April di RSUD Waled Kabupaten Cirebon.
Melalui surat tersebut kami juga meminta hasil rekam medis klien kami Sdr. DIKI IRAWAN selama ditangani dan dirawat di RSUD waled Cirebon. Sesuai ketentuan Pasal 6 ayat 1 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran, disebutkan : “... Bahwa setiap Dokter atau Dokter Gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, wajib membuat rekam medis..” dan sesuai Pasal 7 nya ; “...Bahwa Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak untuk mendapatkan isi rekam medis...”
Pelanggaran atas ketentuan pasal 46 ayat 1 tersebut sesuai pasal 79 huruf b dan c UU No.29 tahun 2004, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak R. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). ( B – 07 ).
I.21. Atas surat Nomor: 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015. Dari pihak rumah sakit menyampaikan balasan surat yang intinya ;
“... Pihak rumah sakit dalam menangani pasien Sdr. DIKI IRANWAN bin OMED TARMEDI yang saat ini telah menjadi cacat permanen, menganggap bahwa pihak rumah sakit telah bertindak secara proporsional dan profesional sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku... dan menyatakan bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 Permenkes RI Nomor: 269/Menkes/PER/III/2008 : “..Bahwa berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan...” ( B – 08 ).
I.22. 08 Juni 2015. Karena tidak ada titik temu dan dari pihak RSUD Waled tidak bertanggung jawab terhadap klien kami yang yang mengalami cacat permanen setelah menjalani perawatan dan operasi di RSUD Waled, maka kami menyampaikan pengaduan ke Polres Kabupaten Cirebon, atas dugaan tindak pidana Maalpraktek terhadap klien kami Sdr. DIKI IRAWAN. Dengan Nomor : 1.027.03.01/LBH-LC/VI/2015. ( B – 09 ).
I.23. 16 Juni 2015. Kami menerima surat dari Polres cirebon, Nomor : B/1034/VI/215/Reskrim. Perihal : Pemberitahuan perkembangan Hasil Penelitian Laporan. ( B – 10 ).
I.24. 05 Agustus 2015. Karena hampir sekitar 50 (lima puluh Hari) kami belum menerima pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikannya, sementara klien kami selalu menanyakannya, maka kami mengirim surat lagi ke polres Cirebon dengan Nomor : 1.027.03-02/LBH-LC/VIII/2015. Yang kami antarkan langsung, dan pada saat itu kami mendapat penjelasan dari Bapak Komar selaku KBO di Polres Cirebon, menurut beliau bahwa karena dari pihak RSUD Waled merasa jika penangan / tindakan medis yang dilakukan terhadap klien kami Sdr. DIKI IRAWAN sudah sesuai dengan prosudur, maka dari pihak Polres akan mendatangkan saksi ahli dari Ikatan Dokter indonesia ( I D I ), dan keputusannya apakah atas pengaduan kami akan terus diproses atau dihentikan, tergantung dari keterangan saksi ahli nanti... ( B – 11 ).
MENDASARKAN PADA URAIAN KAMI SEBAGAIMANA TERSEBUT DI ATAS, MAKA DAPAT KAMI SIMPULKAN HAL HAL SEGAGAI BERIKUT :
II.01. Bahwa karena menurut keterangan pihak rumah Sakit / perawat, tulang engsel lutut pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN 95% lepas (dislokasi), maka tindakan medis yang dilakukan adalah operasi / pembatekan yang dilaksanakan pada tanggal 02 April 2014, setelah itu di gift dan kemudian dirontgen, perawat hanya memberitahukan bahwa posisi tulang engsel lututnya sudah benar dan bagus, akan tetapi pihak rumah sakit / perawat tidak pernah memperlihatkan kepada keluarga pasien atas hasil rontgennya, menurut hemat kami hal demikian telah berarti merupakan perampasan terhadap hak hak pasien untuk mendapat informasi yang jelas dan trasparan...
II.02. 08 April 2014. Sekitar pukul 09.30 Wib Dr. WID membuka perban dan gift Sdr. DIKI IRAWAN, dan ternyata kondisi kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami pembengkakan, dan terdapat beberapa benjolan yang mengeluarkan darah... saat itu Dr. WID mengatakan; “...harus dilakukan operasi pembedahan untuk menggerakan jari jari kaki, dikarenakan ada sel sel pembuluh darah yang sudah mati, yang diakibatkan oleh benturan yang hebat dan keras...”
Sangat jelas dari ucapan Dokter WID menyiratkan suatu pengakuan bahwa Dr. WID telah lalai dengan tidak mengadakan diagnosa terlebih dahulu, sehingga adanya sel sel pembuluh darah yang telah mati yang diakibatkan oleh benturan hebat dan keras tersebut baru diketahui setelah terjadinya pembengkakan yang diakibatkan oleh tindakan pembatekan dan di gift. Dan selain itu juga tersirat adanya kebohongan yang hanya untuk mencari pembenar atas kelalaiannya... karena jika terjadi benturan yang hebat dan keras tentu ada tulang yang hancur / patah, atau setidak tidaknya retak...sementara dari hasil rontgen tidak menunjukan hal itu...
Karenanya rumusan delik sebagaimana dimaksud dengan pasal 360 Jo 361 KUHPidana talah tepenuhi.
II.03. 09 April 2014. Setelah dilakukan operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, terus terusan merintih kesakitan, tidak mau tidur dan tidak mau makan...ternyata penyebabnya baru diketahui pada tanggal 11 April 2014. Ketika Dokter WID datang bersama perawat untuk memeriksa kondisi Sdr. DIKI IRAWAN, dan ketika perawat membuka perban kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, sungguh Sdr. DIKI IRAWAN sendiri dan ayahnya sangat kaget melihat luka bekas operasi pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN... pada kaki kiri bagian dalamnya nampak luka bekas operasi yang panjangnya sekitar 21 Cm dan lebar sekitar dibiarkan menganga tanpa dijahit, begitu juga pada bagian luarnya sekitar 26 Cm lebar sekitar 5 (lima) Cm tanpa dijahit... jadi sangat pantas jika setelah operasi Sdr. DIKI IRAWAN mengalami panas demam, selalu merintih kesakitan, tidak mau makan dan tidak bisa tidur...
II.04. Awalnya hanya tulang sendi pada lutut kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami 95% lepas (dislokasi), dan tindakan yang dilakukan hanya pembatekan dan di gift saja, setelah berjalan satu Minggu kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN membengkak yang karenanya patut diduga pembengkakan pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tersebut adalah akibat dari tindakan pembatekan dan di gift...selanjutnya Dr. WID melakukan tindakan pembedahan / operasi pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, yang malah terjadi pembusukan, sehingga Dr. WID dan perawatnya disibukan dengan mengurusi kaki kiri SDR. DIKI IRAWAN yang membusuk saja, sementara atas dislokasi pada lutut kiri Sdr. DIKI IRAWAN nyaris terlupakan dan hampir tidak ada lagi tindakan medis yang dilakukan untuk menangani tulang sendi pada lutut kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang 95% dinyatakan lepas (dislokasi).
II.05. Tindakan terakhir pada tanggal 24 April 2014, adalah operasi untuk membuang daging yang sudah membusuk kemudian Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi pada sekitar pukul 17.00 Wib, kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN tidak lagi dibalut dengan perban dan luka bekas operasinya sudah dijahit, akan tetapi dengan jarak jahitan sekitar 5 (lima) Cm, kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN yang membengkak dan dijahit dengan jarak jahitan yang sangat jarang, persis seperti jahitan karung beras...kemudian pada sekitar pukul 18.00Wib (hanya selang sekitar satu jam setelah Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi) Sdr. OMED TARMEDI dipanggil oleh Dr. WID, dan Dr. WID menyampaikan;
“... bahwa kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN harus diamputasi, jika tidak maka dalam waktu 3 (tiga) hari akan dapat menimbulkan kematian...”
Dari Fakta yang terjadi ;
Jarak jahitan sekitar 5 (lima) Cm
Pukul 17.00 Wib Sdr. DIKI IRAWAN keluar dari ruang operasi
Pukul 18.00 Wib Sdr. OMED TARMEDI dipanggil keruang operasi, dan menyampaikan kepada Sdr. OMED (Ayah DIKI) bahwa kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN harus diamputasi dan jika tidak maka dalam waktu 3 (tiga) Hari akan mengakibatkan kematian...
Melihat fakta seperti itu kami dapat menganalisa serta menyimpulkan;
Menurut hemat kami Dr. WID telah menemui jalan buntu untuk menangani kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN, sehingga jalan pintas untuk menyelesaikan kasus DIKI IRAWAN dan dapat menutupi dugaan maalpraktek maka dengan jalan kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN di AMPUTASI... apabila disampaikan bahwa, “...jika tidak diamputasi dalam waktu 3 (tiga) Hari dapat menimbulkan kematian...” maka siapapun Orangnya kemungkinan besar akan memilih lebih baik diamputasi... sehingga atas keyakinan seperti itu, jahitan pada kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN-pun dilakukan dengan jarak sekitar 5 (lima) Cm, karena toh akan segera di amputasi... akan tetapi tidak demikian halnya dengan Sdr. OMED TARMEDI dan Sdr. DIKI IRAWAN, mereka lebih memilih pulang paksa daripada harus diamputasi. Sehingga apa yang dikatakan Dr. WID; “... jika dalam 3 (hari) tidak diamputasi akan mengakibatkan kematian...” ternyata tidak terbukti, karena sampai saat ini sudah satu tahun lebih Sdr. DIKI IRAWAN masih hidup meskipun mengalami cacat permanen.
II.06. Kami selaku kuasa hukumnya Sdr. DIKI IRAWAN dan Sdr. OMED TARMEDI telah melakukan upaya mediasi dengan mengundang pihak RSUD Waled melalui surat undasngan dengan Nomor : 1.027.01.1/LBH-LC/III/2015, perihal : UNDANGAN PERTEMUAN PENYELESAIAN KASUS DUGAAN TINDAK PIDANA MAALPRAKTEK. Dan dalam pertemuan yang diwakili oleh dua Orang selaku Perwakilan dari pihak RSUD Waled, tidak menemukan titik temu, karena dari pihak RSUD Waled merasa bahwa penangan terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN telah sesuai prosudur.
II.07. Kami juga kami juga telah mengirim surat yang ditujukan kepada Direktur RSUD Waled Cirebon dan Dr. WID, Sp. OT selaku Dokter Orthopedi di RSUD Waled. Nomor : 1.027.02.1/LBH-LC/III/2015, Perihal : Permintaan pertanggungjawaban dan ganti rugi atas dugaan tindak pidana maalpraktek kepada Sdr. DIKI IRAWAN.
Melalui surat tersebut kami juga meminta hasil rekam medis klie kami Sdr. DIKI IRAWAN selama ditangani dan dirawat di RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Sesuai ketentuan Pasal 46 ayat 1 UU No 29 tahun 2004, tentang Praktik kedokteran, disebutkan bahwa ; “... setiap Dokter atau Dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis..,.” Dan sesuai ketentuan pasal 7 nya; “... bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan isi rekam medis...”
pelanggaran atas ketentuan pasal 46 ayat 1 tersebut, sesuai pasal 79 huruf b dan c UU no. 29 tahun 2004, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
II.08. Kami menerima balasan surat Nomor: 445/998-RSUD, perihal : surat balasan LBH Lembah Ciremai. Yang intinya pihak RSUD Waled telah menangani pasien klien kami sesuai Prosudur. Dan atas permintaan hasil rekam medis pihak RSUD Waled menyampaikan : “... semua tindakan medis terhadap Sdr. DIKI IRAWAN sudah barang tentu terekam dalam rekam medik dan sesuai ketentuan Permenkes RI Nomor : 269/Menkes/PER/III/2008.bahwa ; “... berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan...” sehingga mendasarkan atas hal tersebut pihak RSUD Waled tidak memberikan hasil rekam medis yang adalah merupakan hak pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008 tentang praktik kedokteran : “... Bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak untuk mendapatkan hasil rekam medik...” kemudian karena setiap peraturan yang lebih rendah harus dinyatakan gugur jika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka disini artinya pihak RSUD Waled telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu telah merampas hak pasien sebagaimana yang diatur dalam pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008, tentang Praktik kedokteran.
II.09. Kami menyampaikan surat ke Polres cirebon, dengan Nomor: 1.027.03.02/LBH-LC/VIII/2015, perihal : Permohonan Laporan Perkembangan Hasil Penyelidikan atas dugaan telah terjadinya tindak pidana maalpraktek.
yang suratnya kami antarkan langsung ke Polres Cirebon. Dan pada kesempatan itu kami mendapat penjelasan dari Bapak Komar selaku KBO di Polres Cirebon, bahwa : "... dari pihak RSUD Waled pada prinsipnya mereka merasa bahwa penanganan terhadap pasien Sdr. DIKI IRAWAN telah sesuai dengan prosudur,. Karenanya dari pihak Polres akan mendatangkan saksi ahli dari Ikatan Dokter Indonesia ( I D I ), dan keputusannya, apakah kasus ini akan ditindak lanjuti atau akan dihentikan, tergantung nanti dari keterangan saksi ahli..."
Namun kami berharap mudah mudahan penyidik tidak hanya mendasarkan kepada keterangan saksi ahli dari IDI saja, seharusnya pihak penyidik juga mencari tambahan alat bukti baru termasuk didalamnya memintakan hasil rontgen dan diagnosa medis terbaru dari Dokter Orthopedi yang kredibel dan professional atas kondisi kaki korban yang jelas-jelas secara kasat mata kelihatan dislokasi pada lutut kaki kiri korban, disamping itu juga penyidik harus mempertimbangkan fakta fakta hukumnya termasuk didalamnya yang paling utama adalah kondisi dan fakta physic korban... karena minimal dengan tidak memberikan hasil rekam medis saja yang merupakan hak pasien sebagaimana diatur dalam pasal 46 ayat 7 UU No. 29 tahun 2008, adalah sudah merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat dipidana. Dan sesuai dengan azas hukum, bahwa TIDAK BOLEH TERJADI ADA PELAKU PERBUATAN PIDANA YANG SAMPAI TIDAK BISA DIPIDANA... selain itu juga karena ; “... NEGARA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM BAGI SETIAP WARGANYA...”
Disini konsistensi kita dalam upaya penegakan hukum dituntut... karena sebuah Negara masih lebih baik diatur dengan peraturan peraturan yang kurang baik, akan tetapi aparat penyelenggaranya bermoral baik... dari pada diatur oleh peraturan peraturan yang baik, akan tetapi moral aparat penyenggara Negaranya rusak... sehingga dalam keadaan seperti ini, kemunafikan akan dianggap sebagai hal yang lumrah... na udzubillah mindalik...
Kaki kiri Sdr. DIKI IRAWAN mengalami cacat permanen, sehingga dalam kondisi seperti saat ini Sdr. DIKI IRAWAN yang baru ber-usia 19 tahun yang patut diduga telah menjadi korban Maalpraktek di RSUD Waled, dihadapkan pada kondisi “...Hidup enggan mati tak mau...”
Kita akan ada rasa empaty terhadap apa yang dirasakan oleh Sdr.DIKI IRAWAN dan keluarganya, apabila kita mau merenung dan berpikir “... bagaimana seandainya jika kita atau keluarga yang sangat kita cintai dan sayangi dengan sepenuh hati, yang ada dalam posisi seperti Sdr. DIKI IRAWAN...? “
Jika demikian dan mata hati kita terbuka, maka Insya Allah seandainya-pun kita merasa bersalah... tentu kita tidak akan bertahan dan berusaha untuk mencari pembenar... akan tetapi dengan rasa empaty, dengan rasa kasih sayang terhadap sesama, kita akan mau berbagi untuk mencari solusi atau setidak tidaknya berusaha untuk meringankan deritanya...
Demikian, permohonan ini kami sampaikan kepada Bapak untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur dan ketentuan hokum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, dengan harapan, penegakan hukum yang sesuai dengan hukum, dengan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat akan dapat ditegakkan di negeri ini...
Semoga...
Hormat kami,
M. AMIN HAMZAH, S.H. TOTONG HERIAWAN.
Tembusan disampaikan kepada Yth,
Ketua Komnas HAM RI, di Jakarta
Kapolda Jawa barat
Cq. Kadiv. Reskrim Polda Jabar, di Bandung
Kapolres Kabupaten cirebon
Cq. Kasat Reskrim polres Cirebon
A r s i p ...................................................
MISTERI SURAT ( P. 19 ) KASI PIDUM
Posted in
LBH-LC News
,
PENCERAHAN HUKUM
|
Sabtu, 23 Mei 2015|
Gempa Kuningan
KEJAKSAAN NEGERI KAB. KUNINGAN :
MISTERI SURAT ( P. 19 ) KASI PIDUM.
Kng (25/5). Jika dari kasus
yang sebetulnya sangat sederhana, kemudian dalam proses hukumnya menjadi tidak
sederhana, dan bahkan kemudian menjadi
kabur serta tidak ada kejelasan, maka kiranya
patut dipertanyakan;
“…Ada apakah dibalik
semua itu…? “
Seperti halnya dalam
kasus yang menimpa Sdri. YV ( PNS )
salah seorang korban tindak pidana penipuan dan penggelapan yang patut diduga
telah dilakukan oleh Sdri. NKH ( PNS
). Kasusnya sangat sederhana, antara lain sebagai berikut :
Sdri. NKH menyampaikan
kepada calon korban korbannya, bahwa dia mengelola perdagangan alat alat
kesehatan dan kepada mereka yang mau meng-investasikan uangnya Sdri. NKH
menjanjikan ;
·
Bahwa
dia akan memberikan keuntungan sebesar
3% per- Bulan
·
Bahwa
dia memberikan jaminan pembayaran sesuai dengan masa kontrak
·
Bahwa
uang yang di-investasikan akan dipergunakan dalam perdagangan alat alat
kesehatan
·
Bahwa
jika sampai terjadi porce majeure sekalipun pengelola investasi bertanggung
jawab penuh atas uang investor
Dan janji Sdri. NKH
tersebut dituangkan dalam SURAT PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI dengan para
investornya, serta setiap penerimaan uang dari investornya Sdri. NKH memberikan
tanda terima uang sebagai titipan dalam kwitansi yang ditandatanganinya diatas
materai yang cukup.
Dengan kecerdikannya dalam
berdiplomasi Sdri. NKH berhasil menyakinkan para investornya, yaitu dengan menggunakan trik, awalnya
Sdri. NKH melaksanakan kewajiban sebagimana yang dijanjikan, sehingga seperti
halnya Sdri. YV yang sebelumnya meng-investasikan Rp. 50 Jt. Setelah dalam beberapa waktu berjalan dan Sdri.
YV menerima pembayaran sesuai dengan
yang dijanjikan, maka Sdri. YV- pun terus menambah nambah investasinya, sampai
ter-akhir total investasinya Rp. 200 Jt. Setelah itu pembayaran keuntungan yang
dijanjikan terhenti dan pokok-pun tidak dikembalikan dan tidak jelas pertanggungan jawabnya.
Ternyata uang dari para
investornya tersebut tidak digunakan untuk perdagangan alat alat kesehatan
sebagaimana yang tertuang dalam surat perjanjian, melainkan uang tersebut
dengan tanpa seijin pemiliknya (para investor) dipinjamkan lagi kepada pihak
lain dengan bunga yang lebih tinggi.
Karena tidak ada pertanggung
jawaban atas uang yang diinvestasikannya Sdri. YV mengadukannya ke Polsek Kec/
Kab. Kuningan dengan Nomor :
STBM/94/IX/2014/Polsek.
Tertanggal 06 September 2014. Setelah hampir sekitar 7 (tujuh) Bulan pihak
Polsek mengadakan penyelidikan dan penyidikan, serta telah menganggap cukup
bukti dan lengkap, maka berkas-pun dilimpahkan ke Kejaksaan.
Namun selang beberapa
lamanya pihak Polsek mengeluarkan surat penghentian penyidikan dengan Nomor : B/32/IV/2015/Reskrim. Kemudian atas hal
tersebut Sdri. YV melalui kuasa hukumnya Sdr. H. ES. SH.MH. menyampaikan permohonan praperadilan melalui
Pengadilan Negeri Kab. Kunigan. Akan tetapi pada sidang praperadilan yang
digelar pada Hari selasa tanggal 12 Mei 2015. Dengan tanpa alasan yang jelas
dan tanpa persetujuan Sdri. YV selaku pemberI kuasanya. Sdr. H. ES, SH. MH.
Mencabut permohonan praperadilan, sehingga atas pokok perkaranya belum diperiksa sama sekali.
Dan ternyata
yang menjadi dasar pihak Polsek
menghentikan penydikan adalah adanya surat
P. 19 yang ditanda tangangani oleh Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kab.
Kuningan, dengan pertimbangannya antara lain :
“… Sdri. YV selama 6 (enam) Bulan berturut turut telah menerima
keuntungan dari Sdri. NKH, dan adanya surat perjanjian… sehingga kasus tersebut
masuk kedalam ranah hukum perdata…”
Dengan penyelidikan dan penyidikannya selama sekitar 7 (tujuh)
Bulan, pihak Polsek telah menganggap
cukup bukti dan lengkap serta melimpahkan berkasnya ke Kejaksaan…
Karenanya yang menjadi pertanyaan;
“…Jika kemudian Kasi Pidum berpendapat lain dan menganggap kasus tersebut
masuk kedalam ranah hukum perdata,
mengapa tidak dari pihak Kejaksaan yang menghentikan penyidikan…? “
bukankah dengan demikian bisa ber-arti; “ lempar batu sembuyi tangan…” atau bisa
ber-arti pula bahwa kasi Pidum telah menganggap penyelidikan dan penyidikan di
Polsek Kec/ Kab. Kuningan kurang cukup propesional…?
Kiranya atas pertimbangan Kasi Pidum tersebut perlu dijadikan sebagai
bahan kajian :
·
Bukankah yang disebut untung itu seharusnya adalah nilai lebih dari
investasi yang ditanamkan…? jadi jika
Sdri. YV menerima total pengembalian sekitar Rp. 50 Jt, sementara total
investasinya yang Rp. 200 Jt tidak kembali, apakah Sdri. YV dapat dikatakan telah
menerima keuntungan…? Dan apalagi yang menjadi korban Sdri. NKH cukup banyak…tentu
anak SD-pun akan mnertawakan kita, jika kita
katakan kepada mereka bahwa Sdri.
YV telah memperoleh keuntungan dari Sdri. NKH.
·
Karena adanya surat perjanjian maka kasus tersebut masuk kedalam ranah hukum
perdata…? Meskipun hampir semua isi
perjanjian tersebut di ingkari, seperti dalam perjanjian disebutkan bahwa uang
yang diinvestasikan tersebut untuk perdagangan, akan tetapi dalam prakteknya
tidak ada perdagangan alat alat kesehatan sebagaimana yang diperjanjikan, akan
tetapi uang investor tersebut dipinjamkan kepada pihak lain dengan tanpa
persetujuan dari pemiliknya…? Apakah yang demikian ini bukan penggalapan
namanya…?
Sungguh kasus ini penuh dengan misteri, sehingga karenanya sangat disayangkan apabila terhadap MISTERI
SURAT ( P. 19 ) KASI PIDUM, di Kejaksaan Negeri Kab. Kuningan ini dianggap
lumrah dan tidak dilakukan penyelidikan, karena dengan kondisi proses hukum seperti ini yang pasti mengandung konsekwensi;
“… Terampasnya hak
pencari keadilan untuk memperoleh kepastian hukum dan lolosnya tersangka pelaku tindak pidana
yang telah menelan banyak korban, dari
jeratan hukum…”
Yang sudah barang tentu
hal ini bertentangan dengan azas hukum;
“…Bahwa Negara menjamin
kepastian hukum bagi warganya, dan bahwa setiap perbuatan pidana harus dapat
dipidana…”
( LBH LC ).
MK Putuskan Dokter Bisa Dipenjara Tanpa Rekomendasi MKDKI
Posted in
PENCERAHAN HUKUM
|
Senin, 20 April 2015|
Gempa Kuningan
Jakarta - Impian
para dokter untuk tidak mudah dipidana seperti yang dialami oleh dr Ayu pada
tahun 2014 lalu kandas. Mahkamah Konstitusi (MK) mengunci rapat-rapat keinginan
dokter supaya bisa dipidana berdasarkan rekomendasi dewan etik kedokteran.
"Menolak permohonan untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Gugatan ini diajukan oleh sekumpulan dokter. Mereka meminta MK membatalkan pasal 66 ayat 3 UU Praktik Kedokteran. Alasannya, karena pasal itulah para dokter bisa langsung diadukan dan dipidana tanpa melewati rekomendasi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Tapi majelis MK berkata lain. Menurut Arief, pasal 66 ayat 3 tetap diperlukan demi memenuhi hak hukum para pasien. Arief juga menganggap pasal tersebut demi menjaga marwah dan martabat para dokter.
"Mahkamah memahami bahwa sanksi pidana terhadap profesi dokter atau dokter gigi memang ditujukan untuk melindungi dokter, pasien serta stake holder lainnya," ucap Arief.
Atas putusan itu, dr Agung Saptahadi, perwakilan Dokter Indonesia Bersatu, mengatakan, putusan MK menandakan peran MKDKI menjadi tidak ada. Putusan para hakim MK, menurut dr Agung bisa membuat para dokter ketakutan untuk mengambil tindakan penting kepada pasien.
"Misalnya dokter yang melakukan pembedahan lalu beresiko potensi komplikasi dan meninggal itu akan bisa dikenakan seperti pasal pembunuhan," kata dr Agung kecewa.
Gugatan yang diajukan awal 2014 ini dilatar belakangi kasus dr Ayu yang sempat dipenjara lewat vonis kasasi yang diputus hakim agung Artdijo Alkotsar. Atas vonis inilah, para dokter merasa takut dipidana dengan mudah. Vonis Artidjo itu lalu dianulir di tingkat peninjauan kembali (PK).
"Menolak permohonan untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Gugatan ini diajukan oleh sekumpulan dokter. Mereka meminta MK membatalkan pasal 66 ayat 3 UU Praktik Kedokteran. Alasannya, karena pasal itulah para dokter bisa langsung diadukan dan dipidana tanpa melewati rekomendasi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Tapi majelis MK berkata lain. Menurut Arief, pasal 66 ayat 3 tetap diperlukan demi memenuhi hak hukum para pasien. Arief juga menganggap pasal tersebut demi menjaga marwah dan martabat para dokter.
"Mahkamah memahami bahwa sanksi pidana terhadap profesi dokter atau dokter gigi memang ditujukan untuk melindungi dokter, pasien serta stake holder lainnya," ucap Arief.
Atas putusan itu, dr Agung Saptahadi, perwakilan Dokter Indonesia Bersatu, mengatakan, putusan MK menandakan peran MKDKI menjadi tidak ada. Putusan para hakim MK, menurut dr Agung bisa membuat para dokter ketakutan untuk mengambil tindakan penting kepada pasien.
"Misalnya dokter yang melakukan pembedahan lalu beresiko potensi komplikasi dan meninggal itu akan bisa dikenakan seperti pasal pembunuhan," kata dr Agung kecewa.
Gugatan yang diajukan awal 2014 ini dilatar belakangi kasus dr Ayu yang sempat dipenjara lewat vonis kasasi yang diputus hakim agung Artdijo Alkotsar. Atas vonis inilah, para dokter merasa takut dipidana dengan mudah. Vonis Artidjo itu lalu dianulir di tingkat peninjauan kembali (PK).
DEVELOPER PASAR BARU & BUPATI KAB. KUNINGAN DINILAI AROGAN…
Posted in
LBH-LC News
|
Selasa, 03 Maret 2015|
Gempa Kuningan
DEVELOPER PASAR BARU &
BUPATI KAB. KUNINGAN DINILAI AROGAN…
Sejak Pasar Baru di
Kab. Kuningan belum dibangun, dan ketika
ada isu yang beredar bahwa di Blok P diperuntukan untuk penggilingan
daging…Masyarakat sekitarnya di
Lingkungan Lamepayung Rt/Rw. 007/008 Kelurahan Kuningan merasa khawatir akan
sangat menganggu terutama dengan kebisingannya, dan beberapa tokoh
masyarakat-pun datang menghadap Bupati. Akan tetapi sama sekali tidak direspons.
Dan kekhawatiran
masyarakat tersebut terbukti, Blok P di
Pasar Baru diperuntukan untuk penggilingan daging. Kemudian masyarakat menyampaikan keberatannya dengan mengirim surat Nomor : 15/Rt 07 Rw
08-KNG/XI/2014. Tertanggal 21 Nopember 2014. Akan tetapi tidan dibalas.
24 Nopember 2014. Sekitar pukul 9.000, ada pertemuan di Pasar Baru yang dihadiri
oleh :
DPRD Kab. Kuningan (
Komisi I ), Kepala BPPT Kab. Kuningan, Kepala Satpol PP Kab. Kuningan, Dinas
Cipta Karya Kab. Kuningan dan wakil dari Kelurahan Kuningan. Yang intinya dari
pertemuan tersebut adalah :
Sesuai dengan keputusan
bersama antara Pemerintah ( Bapak Wakil Bupati ) dan Pengembang ; …Bahwa Kios
yang akan dijadikan tempat Penggilingan daging ( sebanyak 13 Kios ) akan di Relokasi ketempat lain yang jauh dari
pemukiman warga, dan KEPUTUSAN TERSEBUT
BERSIFAT FINAL…
Akan tetapi pada
kenyataannya pabrik penggilingan daging di Blok P tersebut tetap Saja berjalan.
Kemudian Masyarakat Rt/ Rw. 007/008 Kel. Lamepayung-pun kembali mengirim surat
kapada BAPEDA, dengsn Nomor. 20/Rt. 07 Rw. 08- KNG/XII/ 2014. Tertanggal 22
Desember 2014. Yang tembusan suratnya
ditembuskan kepada Intitusi terkait di Kab. Kuningan. Akan tetapi tetap saja
diabaikan… Nampaknya mereka berprinsip :
“… Biarkan anjing menggonggong, kapilah tetap berlalu..”
mulai sekitar pukul 1
(satu) atau pukul 2 (dua) Malam mesin Gilingan daging tersebut sudah mulai
beroprasi dan kebisinganngannya tentu
sangat mengganggu ketenangan warga sekitar…
Terhadap Developer dan Pemimpin yang sama sekali tidak
punya rasa empaty terhadap kepentingan Masyarakatnya yang merasa
terganggu, apalagi perijinan sesuai
dengan Perda yang mereka buat juga diabaikan…sungguh mereka sama sekali tidak
menghormati hukum serta sangat melecehkan hak hak masyarakat… apa namanya yang
demikian itu kalau bukan AROGAN…?
Barangkali persis
seperti yang diungkapkan Iwan Fals dalam lagunya :
“… Persetan dengan
Orang susah karena Aku, yang penting Aku senang, Aku menang…”
Akhirnya karena bergai
upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, maka untuk memperjuangkan hak haknya,
masyarakat Rt/Rw. 007/008 Kelurahan Kuningan Menguasakan kepada Lembaga Bantuan
Hukum & Perlindungan Konsumen ( LBH )
LEMBAH CIREMAI, Kab. Kuningan, untuk memperjuangkan hak haknya melalui
upaya hukum.
( LBH_LC ).
DI PENGADILAN AGAMA KAB. KUNINGAN : SIDANG PERCERAIAN TIDAK TERBUKA UNTUK UMUM…?
Posted in
LBH-LC News
|
Jumat, 16 Januari 2015|
Gempa Kuningan
DI PENGADILAN AGAMA KAB. KUNINGAN :
SIDANG PERCERAIAN TIDAK TERBUKA UNTUK
UMUM…?
Kng (15/01). Pada sidang pertama perceraian Sdr. SAHRI ( dari Desa Cipedes Kec Ciniru Kab.
Kuningan ), di Pengadilan Agama Kab. Kuningan, yang
diwakili oleh kuasa hukumnya Sdr. M. AMIN
HAMZAH, SH. dari LBH LEMBAH CIREMAI
Kuningan, ada suatu yang dirasakan / Nampak aneh dengan sikap Majelis hakimnya…
Setelah menanyakan ijin Advokasi, majelis hakim juga
menanyakan poto copy dari sumpah sebagai Advokatnya. Atas permintaan ini tentu
saja Sdr. M. AMIN HAMZAH, SH. merasa keberatan, karena selama praktek pengacara
dari tahun 1995, baru di Pengadilan Agama Kab. Kuningan ini dimintai photo copy
berita acara sumpah sebagai pengacaranya,
karena logikanya saja dengan diberikan izin Advokasi tentu sudah disumpah
sebagai Pengacara. Sehingga permintaan majelis hakim tersebut nampak seperti
mengada ada…
Atas keberatan dari Sdr. M. AMIN HAMZAH, SH. tersebut ketua
Majelis hakim Nampak marah, dan ini sangat terlihat dari ekpresi wajahnya…
sehingga Saya yang pada saat itu menghadiri persidangannya diminta untuk keluar
ruang sidang… Sebaiknya Pak Hakim dapat menahan diriuntuk tidak hanyut kedalam
kemarahan seperti itu, karena jika hakim temperamental serta tidak dapat
mengendalikan emosi, maka dikhawatirkan
dapat mempengaruhi dalam memutuskan perkara…
Bukankah dalam setiap persidangan harus dinyatakan terbuka
untuk Umum…? Kecuali dalam persidangan yang menyangkut kesusilaan… Karenanya
Saya merasa aneh ketika hakim di
Pengadilan Agama Kab. Kuningan memerintahkan
pengunjung persidangan untuk keluar dari ruang sidang, Apakah sidang perceraian di Pengadilan Agama
Kab. Kuningan tidak terbuka untuk Umum…?. ( LBH LC ).
CS FINACE KAB. KUNINGAN MERESAHKAN MASYARAKAT.
Posted in
LBH-LC News
|
Sabtu, 10 Januari 2015|
Gempa Kuningan
CS
FINACE KAB. KUNINGAN
MERESAHKAN MASYARAKAT.
Kng (10/01). Dengan
ekspresi ketakutan kakek OP dari Kadugede mendatangi LBH LEMBAH CIREMAI di Jalan Siliwangi Kab. Kuningan. Mengadukan serta menceritakan permasalahannya sebagai berikut :
Bahwa utang kriditan
motornya kepada CS FINACE tertunggak sekitar tiga Bulan , akan tetapi ketika mau
melunasinya ke kantor CS FINANCE di Jl. Martadinata Kab. Kuningan, ternyata
tidak diterima dan harus diselesaikannya dengan pihak eksternal dari CS FINACE
saja.
Sementara jika penyelesaiannya dengan pihak eksternal bukan saja harus
melunasi tunggakan, akan tetapi juga harus membayar biaya batal tarik sebesar Rp.
1.500.000,-
Saat kakek OP datang
dengan hujan hujanan ke LBH LEMBAH CIREMAI, pihak keluarganya
di warung Baso tempat jualannya sedang
dalam ketakutan serta merasa dipermalukan didepan konsumennya oleh 5 ( lima )
eksternal dari CS FINANCE. Mereka keukeuh
meminta Unit motor kriditan untuk
diserahkan dengan cara cara yang arogan
dan sangat tidak etis. Kemudian oleh
pihak keluarganya diberitahukan, bahwa motornya sedang dipake oleh Kakeknya ke
LBH LEMBAH CIREMAI.
Ketika kakek OP masih
menyampaikan permasalahannya di kantor kami,
pihak eksternal dari CS FNANCE-pun datang dan menyampaikan maksudnya
untuk menarik Unit motor dari kakek OP. Meskipun sudah kami sampaikan, bahwa
apapun alasannya tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri, dan apabila ada
sengketa-pun dan tidak dapat diselesalkan secara musyawarah, maka harus
diselesaikannya melalui proses hukum. namun mereka tidak mau mengerti dan tidak
mau tahu, mereka menekan kakek OP untuk menyerahkan Unit motornya, sehingga
karenanya kami-pun terpancing dan marah. Kemudian mereka menelpon bosnya Sdr.
AD dari Sukamulya, kemudian menyerahkan HP-nya dan meminta kami untuk menerima
telpon dari Bos-nya, melalui tlpon Sdr.
AD meminta agar kami tidak menghalang halangi maksud anak buahnya untuk menarik
motor dari kakek OP… yang tentu saja kami tolak. Dan Sdr. AD-pun menyampaikan
kepada kami akan menggunakan cara cara yang diluar hukum…
Atas hal ini kami
menghimbau kepada pihak CS FINANCE serta pihak Leasing manapun… Hentikan
mengunakan cara cara premanisme untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan masyarakat / nasabah. Karena cara cara
demikian adalah berarti melecehkan dan tidak menhormati hukum, yang berdampak akan
menimbulkan ketakutan, keresahan dan rasa tidak aman bagi masyarakat. Atau apabila Hukum tidak bisa lagi diharapkan untuk
memberikan rasa keadilan, maka tidak tertutup kemungkinan Masyarakat-pun
akan mengunakan cara cara premanisme untuk membela hak hak-nya.
Kepada Aparat hukum hendaknya
tanggap dan menindak lanjuti setiap pengaduan masyarakat atas terjadinya
tindakan tindakan premanisme, sehingga Masyarakat akan percaya bahwa benar jika
kita ini sebagai Negara Hukum, dan dengan ketegasan dari Aparat hukum diharapkan akan dapat memberikan effek jera bagi mereka yang melakukan perbuatan melawan hukum,
dengan demikian Masyarakat akan merasa telindungi serta ter-ayomi oleh Aparat
penegak hukum, sehingga slogan tentang
Polisi sebagai aparat penegak hukum, pelindung dan pengayom Masyarakat tersebut
dapat benar benar dirasakan oleh anggota Masyarakat, dan bukan hanya sekedar
basa basi…
Kemudian, bertumbuh
suburnya sikap premanisme di Masyarakat, dapat merukapan indikator dari wibawa aparat hukum…
Kepada Masyarakat,
kami menyampaikan bahwa hak hak Anda yang dijamin oleh hukum, sebagaimana dimaksud
dengan "... Azas praduga tidak bersalah ..."
BAHWA SESEORANG TIDAK
BISA DIANGGAP BERSALAH,
KECUALI ATAS PUTUSAN
PENGADILAN YANG TELAH
MEMPUNYAI KEKUATAN
HUKUM TETAP.
Karenanya :
TINDAKAN MAIN HAKIM
SENDIRI DAN
SEWENANG WENANG YANG
DILUAR HUKUM,
ADALAH MERUPAKAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM…
( LBH LC )